Air merupakan sumber daya alam yang melimpah,
dapat ditemukan disetiap tempat di permukaan bumi, air juga merupakan sumber
daya alam yang sangat penting dan dibutuhkan setiap mahluk hidup. Bagi manusia
kebutuhan air amat mutlak, hampir semua aktifitas manusia memerlukan air
(Saparuddin, 2010).
Dalam kaitannya dengan kebutuhan rumah tangga, manusia
membutuhkan air untuk minum, makan, mandi dan cuci. Dan air yang dibutuhkan
untuk kegiatan ini seharusnya adalah air yang bersih.
Harus disadari bahwa pemenuhan kebutuhan air
bersih saat ini semakin terbatas, karena penurunan kualitas maupun kuantitas
air di lingkungan yang menyebabkan air menjadi kotor, tercemar dan mengandung racun atau
sumber penyakit. Data terkini
yang ada, ternyata hanya sekitar 45% saja rumah tangga yang memiliki akses
terhadap air bersih, dan nilai prosentase ini semakin mengecil jika cakupannya
adalah wilayah pedesaan (Direktorat Perumahan dan Permukiman, 2011).
Keterbatasan akses dan pelayanan air bersih di
wilayah pedesaan ini, sering kali memaksa penduduk desa setempat menggunakan
air seadanya yang bersumber dari sungai, telaga, waduk, tampungan air hujan
atau sumur-sumur dangkal, yang terkadang keruh, berbau, mempunyai citra rasa
tertentu bahkan tercemar oleh bakteri Escherichia
coli (E.coli) dengan ambang melebihi batas yang diperkenankan bagi syarat air
bersih.
Menghadapi kondisi seperti ini, dibutuhkan suatu
teknologi praktis untuk menjernihkan air dengan konsep teknologi yang mudah,
murah dan sedapat mungkin untuk mendayagunakan bahan-bahan yang ada
disekeliling kita.
Secara umum masyarakat pedesaan dengan tingkat
pendidikan yang rendah dan keterbatasan penghasilannya memerlukan sentuhan
teknologi yang tidak mahal, tidak memerlukan pengetahuan yang khusus dalam pembuatannya
serta tidak merepotkan dalam hal perawatannya.
Konsep “Re
Use, Cheap, Easy and Flexible”, adalah sebuah gagasan yang akan menarik
perhatian masyarakat pedesan dalam bentuk teknologi apapun, termasuk juga jika
diterapkan dalam hal teknologi penjernihan air.
Model teknologi penjernihan air, bukan hal baru
yang dikenal di masyarakat pedesaan. Beberapa teknologi penjernihan air
sederhanapun sudah diperkenalkan dan diterapkan diberbagai pelosok pedesaan. Sebut
saja misalnya model penjernihan air dengan sistem saringan pasir lambat,
saringan pasir cepat, saringan arang, saringan krikil atau teknologi yang
terbaru yang diperkenalkan oleh Soelidarmi dengan Alat Penjernih Air Tanpa
Mesin (APATM) pada tahun .
Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan, bahwa
masing-masing dari metode yang telah disebutkan dibagian atas, masih memerlukan
penyempurnaan dalam aplikasi desainnya, terutama dalam hal kemudahan pencucian
material penyaring sebagai bagian dari konsekuensi perawatan yang harus
dilakukan.
Secara umum teknologi penjernih air sederhana yang
sudah diperkenalkan sebelumnya, mengusung konsep penyusunan material penyaring yang
ditempatkan dalam satu wadah secara berurutan (layer per layer), sehingga
ketika terjadi penyumbatan dan proses pencucian material penyaring harus
dilakukan, maka kegiatan pencucian ini harus dilakukan dengan membongkar semua material
penyaringnya yang terletak dalam wadah yang sama tersebut. Selain itu material
filter yang disusun dalam wadah dibiarkan terbuka untuk kontak langsung dengan
air baku yang akan disaring, sehingga pengendapan material terlarut menjadi
lebih besar yang akibatnya akan membuat media filter cepat tersumbat dan
pencucian media filter ini harus lebih sering dilakukan.
Melihat hal tersebut diatas, maka kami berupaya
untuk menghasilkan sebuah konsep rancang bangun teknologi sederhana penjernih
air yang berpegang pada konsep “Re Use,
Cheap, Easy and Flexible” dengan menggunakan wadah dari bahan bekas,
kemudian memberikan perlakuan pemisahan masing-masing material penyaringnya
dengan wadah yang terpisah-pisah, memberi perlakuan covered pada inti filter dengan memasukannya kedalam botol plastik
bekas sehingga memberikan waktu tenggat untuk kontak langsung bahan baku air dengan
media filter sehingga memberikan kesempatan pengendapan pada wadah ember bukan
pada media filternya. Dengan analogi ini diharapkan proses pencucian media
filter lebih minimal dilakukan dibandingkan dengan teknologi penjernih air yang
sudah diciptakan sebelumnya.