Search This Blog

Friday 11 March 2011

Bagian 1.


“KRISIS Air SUDAH DEKAT”  ……      BAGAIMANA ???

  
Oleh : Iskandar Zulkarnain, S.T.,  M.T.
Dosen Teknik Sumber Daya Lahan Dan Lingkungan POLINELA


 Coba sejenak kita renungkan !!!  “Bagaimana kiranya saat manusia, hewan, tumbuhan  dan seluruh makhluk di jagad ini, serentak saling sikut dan berebut untuk mendapatkan air???? Menyeramkan bukan?????
Penulis sengaja menggulirkan ini, karena memang benda yang bernama “AIR”, akan menjadi langka dalam tahun-tahun kedepan. 
Jika mengutip statement Kajian global kondisi air di dunia yang disampaikan pada World WaterForum II di Denhaag tahun 2000, memproyeksikan bahwa pada tahun 2025 akan terjadi krisis air di beberapa negara. Ini merupakan early warning  bagi
Meskipun Indonesia termasuk 10 negara kaya air, namun krisis air diperkirakan akan terjadi juga,sebagai akibat dari kesalahan pengelolaan air. Indikasinya adalah tingkat pencemaran air yang tinggi, pemakaian air yang tidak efisien,fluktuasi debit air sungai yang sangat besar,kelembagaan yang masih lemah dan peraturan perundang-undangan yang tidak memadai.Ketersediaan air di Indonesia mencapai 15.000 meter kubik per kapita per tahun, masih di atas rata-rata dunia yang hanya 8.000 meter kubik per kapita per tahun. Namun jika ditinjau ketersediaannya per pulau akan sangat lain dan bervariasi.
Sebagian besar orang mengerti bahwa air adalah kebutuhan dasar dalam kehidupan. Kehidupan manusia tergantung pada air, seperti untuk keperluan pribadi (minum dan  kebersihan), untuk menumbuhkan dan memasak makanan dan untuk industri, perdagangan serta pemanfaatan di institusi. Namun hanya sedikit orang yang mengerti bagaimana menggunakan air dengan bijak dalam jumlah yang cukup dan efisien,
Sebagian besar pakar keairan dalam beberapa kurun waktu belakang, hanya menggunakan “Pendekatan Tradisional” dalam pengelolaan air, yaitu “memperkirakan dan menyediakan”. Pendekatan ini jika di tuangkan dalam sebuah artian kompleks adalah membuat perkiraan kebutuhan, mencari sumber mengembangkan sumber yang mencukupi, tersebut, dan membawa air ke tempat yang membutuhkannya.
Namun selama beberapa dekade berjalan, perhatian para praktisi keairan akhirnya  tertuju pada sumber air yang dapat dimanfaatkan, yang jumlahnya sangat cepat berkurang antara lain akibat eksploitasi berlebihan, kurangnya cadangan air karena penebangan hutan, dan polusi akibat perilaku manusia. Akibatnya ketersediaan air bersih untuk memenuhi kebutuhan per orang pun makin berkurang sedangkan kebutuhan air meningkat dengan pesatnya seiring dengan laju pertambahan penduduk.
Sampai pertengahan tahun 80an, Eropa mempunyai ketersediaan air per kapita paling rendah karena penduduknya relatif padat, tetapi dalam 15 tahun terakhir ketersediaan air per kapita di Asia lebih sedikit dari benua manapun.
Tantangan yang sedang dihadapi negara berkembang cukup menakutkan karena hampir 1,1 juta orang tidak memiliki akses ke suplai air yang aman untuk konsumsi rumah tangganya dan sekitar 2,4 miliar orang tidak mempunyai fasilitas sanitasi yang memadai.
Masalah yang terjadi sebenarnya bukanlah kurangnya air untuk memenuhi kebutuhan, tetapi akibat pengelolaan air yang buruk. Pembagian tanggung jawab pengelolaan sumber daya air merupakan hal yang umum di kawasan Asia dan Pasifik, dengan fungsinya yang tumpang tindih dan sering ditandai oleh benturan antara kepentingan dan kebijakan.
Deklarasi para menteri di Denhag tentang Water Security di abad 21 yang disetujui pada konferensi tingkat menteri dalam rangka “Second World Water Forum” pada bulan Maret 2000 mencakup komitmen untuk Mengatur air dengan bijaksana” dan “Menghargai air





BAB 1 Rencana Anggaran Biaya

















            

BAB I. PENDAHULUAN


1.1         Umum


Pelaksanaan sebuah proyek konstruksi sangat berkaitan dengan proses manajemen didalamnya. Pada tahapan itu, pengelolaan anggaran biaya untuk melaksanakan pekerjaan tersebut, perlu dirancang dan disusun sedimikian rupa berdasarkan  sebuah konsep estimasi yang terstruktur sehungga menghasilkan nilai estimasi rancangan yang tepat dalam arti ekonomis.
Nilai estimasi anggaran yang disusun selanjutnya dikenal dengan istilah Rencana Aanggaran Biaya (RAB) Proyek, yang mempunyai fungsi dan manfaat lebih lanjut dalam hal mengendalikan sumberdaya material, tenaga kerja, peralatan dan waktu pelaksanaan proyek sehingga pelaksanaan kegiatan  proyek yang dilakukan akan mempunyai nilai efisiensi dan efektivitas.
Konsep penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek, pada pelaksanaannya didasarkan pada sebuah analisa masing-masing komponen penyusunnya (material, upah dan peralatan) untuk tiap-tiap item pekerjaan yang terdapat dalam keseluruhan proyek. Hasil analisa komponen tersebut pada akhirnya akan menghasilkan Harga Satuan Pekerjaan (HSP) per item yang menjadi dasar dalam menentukan nilai estimasi biaya pelaksanaan proyek keseluruhan dengan mekonversikannya kedalam total volume untuk tiap item pekerjaan yang dimaksud.

1.2         Beberapa Pengertian RAB


Secara umum pengertian Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek, adalah nilai estimasi biaya yang harus disediakan untuk pelaksanaan sebuah kegiatan proyek. Namun beberapa praktisi mendefinisikannya secara lebih detail, seperti :
1.       Menurut Sugeng Djojowirono, 1984, Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek merupakan perkiraan biaya yang diperlukan untuk setiap pekerjaan dalam suatu proyek konstruksi sehingga akan diperoleh biaya total yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu proyek.
2.       Menurut Ir. A. Soedradjat Sastraatmadja, 1984, dalam bukunya ”Analisa Anggaran Pelaksanaan“, bahwa Rencana Anggaran Biaya (RAB) dibagi menjadi dua, yaitu rencana anggaran terperinci dan rencana anggaran biaya kasar.
a)      Rencana Anggaran Biaya Kasar
Merupakan rencana anggaran biaya sementara dimana pekerjaan dihitung tiap ukuran luas. Pengalaman kerja sangat mempengaruhi penafsiran biaya secara kasar, hasil dari penafsiaran ini apabila dibandingkan dengan rencana anggaran yang dihitung secara teliti didapat sedikit selisih.
b)      Rencana Anggaran Biaya Terperinci
Dilaksanakan dengan menghitung volume dan harga dari seluruh pekerjaan yang dilaksanakan agar pekerjaan dapat diselesaikan secara memuaskan. Cara perhitungan pertama adalah dengan harga satuan, dimana semua harga satuan dan volume tiap jenis pekerjaan dihitung. Yang kedua adalah dengan harga seluruhnya, kemudian dikalikan dengan harga serta dijumlahkan seluruhnya. Secara sistematisnya, dapat dilihat pada Gambar 1.2. dalam menghitung anggaran biaya suatu pekerjaan atau proyek.
3.       J. A. Mukomoko, dalam bukunya Dasar Penyusunan Anggaran Biaya Bangunan, 1987 Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek  adalah perkiraan nilai uang dari suatu kegiatan (proyek) yang telah memperhitungkan gambar-gambar bestek serta rencana kerja, daftar upah, daftar harga bahan, buku analisis, daftar susunan rencana biaya, serta daftar jumlah tiap jenis pekerjaan.
4.       John W. Niron dalam bukunya Pedoman Praktis Anggaran dan Borongan Rencana Anggaran Biaya Bangunan, 1992, Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek mempunyai pengertian sebagai berikut :
a)      Rencana  :  Himpunan planning termasuk detail dan tata cara pelaksanaan pembuatan sebuah bangunan.
b)      Angaran  :  Perhitungan biaya berdasarkan gambar bestek (gambar rencana) pada suatu bangunan.
c)      Biaya       :  Besarnya pengeluaran yang ada hubungannya dengan borongan yang tercantum dalam persyaratan yang ada.
5.      Bachtiar Ibrahim dalam bukunya Rencana dan Estimate Real of Cost, 1993, yang dimaksud Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek adalah perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah, serta biaya-biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan bangunan atau proyek tersebut.

1.3         Perkembangan RAB Di Indonesia


Bagi praktisi konstruksi di Indonesia, istilah Analisa BOW dalam penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek bukan merupakan hal asing.
Analisa BOW (Burgerlijke Openbare Werken) yang ditetapkan oleh Dir. BOW pada tanggal 28 Februari 1921 oleh pemerintahan penjajahan Belanda, merupakan standar   ketetapan umum yang digunakan untuk mengestimasi nilai sebuah pelaksanaan kontruksi pada waktu itu.
Pada perkembangannya setelah penjajahan Belanda di Indonesia berakhir, analisa BOW menjadi salah satu peninggalan yang mempunyai manfaat bagi para praktisi konstruksi di Indonesia sampai dengan era tahun 1980-an dalam hal menyusun estimasi nilai Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek.
Namun demikian seiring dengan perkembangan industri konstruksi di Indonesia, Analisa BOW yang menggunakan asumsi-asumsi praktis dalam menentukan harga satuan pekerjaan, di nilai sudah tidak cocok lagi. Jika pada saat dikenalkannya, metode Analis BOW hanya berorientasi pada kegiatan industri kontruksi yang bersifat padat karya dengan peralatan tradisional, maka pada era sekarang disaat pelaksanaan kegiatan industri konstruksi banyak yang menggunakan peralatan berat dan modern dan semakin kompleks, maka kepraktisan analisa BOW akan menghasilkan nilai estimasi Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek yang kurang memuaskan.
Dalam rangka untuk mengembangkan analisa BOW, maka sejak tahun 1987 sampai 1991, Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman melakukan penelitian terhadap hal itu. Berbagai metode pendekatan melalui pengumpulan data skunder analisa biaya yang digunakan beberapa kontaktor dikumpulkan untuk kemudian dianalisa dan dibandingkan kecocokannya dengan pengamatan langsung terhadap biaya pelaksanaannya. Hasil kegiatan penelitian itu dituangkan dalam sebuah produk analisa harga satuan biaya kontruksi dalam Standar Nasional Indonesia pada tahun 1991. Produk SNI itu kemudian disahkan dalam norma estándar SNI 1991-1992 oleh Badan Standarisasi Nasional, sebagai metode rujukan terbaru dalam penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek.
Sebagai tindak lanjut dari kegiatan ini maka pada tahun 2002 sampai dengan saat ini, dilakukan kajian lebih mendalam terhadap Analisa Harga Satuan Perkiraan (HSP), agar diperoleh kesempurnaan dengan sasaran pemanfaatan penggunaan metode SNI ini untuk bangunan gedung, perumahan dan jalan. 

1.4         Kegunaan RAB


Sebuah penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek mempunyai beberapa kegunaan, antara lain:
1.      Sebagai bahan dasar usulan pengajuan proposal agar didapatkannya sejumlah alihan dana bagi sebuah pelaksanaan proyek dari pemerintah pusat ke daerah pada instansi-instansi tertentu.
2.       Sebagai standar harga patokan sebuah proyek yang dibuat oleh stakes holder dalam bentuk owner estimate (OE)
3.       Sebagai bahan pembanding harga bagi stakes holder dalam menilai tingkat kewajaran owner estimate yang dibuatnya dalam bentuk engineering estimate (EE) yang dibuat oleh pihak konsultan.
4.       Sebagai rincian item harga penawaran yang dibuat kontraktor dalam menawar pekerjaan proyek.
5.       Sebagai dasar penentuan kelayakan ekonomi teknik sebuah investasi proyek sebelum dilaksanakan pembangunannya.

1.5         Komponen Penyusun RAB


Seperti yang telah disinggung pada bagian diatas, maka jila dirumuskan secara umum Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek merupakan total penjumlahan dari hasil perkalian antara volume suatu item pekerjaan  dengan harga satuannya. Bahasa matematis yang dapat dituliskan adalah sebagai beriku

RAB = ∑ [(volume) x Harga Satuan Pekerjaan]

Jika merujuk pada sebuah item pekerjaan, maka pada dasarnya untuk melaksanakan sebuah item pekerjaan membutuhkan upah, material, peralatan yang digunakan (sebagai biaya langsung) dan overhead, profit dan tax (sebagai biaya tidak langsung).
Adapun penjelasan secara rinci mengenai komponen-komponen  penyusun dari Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek adalah sebagai berikut :
1.       Komponen biaya langsung (Direct Cost)
Biaya langsung atau direct cost merupakan seluruh biaya permanen yang melekat pada hasil akhir konstruksi sebuah proyek. Biaya langsung terdiri dari :
a)      Biaya bahan/material
Merupakan harga bahan atau material  yang digunakan untuk proses pelaksanaan konstruksi, yang sudah memasukan biaya angkutan, biaya loading dan unloading, biaya pengepakkan, penyimpanan sementara di gudang, pemeriksaan kualitas dan asuransi
b)      Upah Tenaga Kerja
Biaya yang dibayarkan kepada pekerja/buruh dalam menyelesaikan suatu jenis pekerjaan sesuai dengan keterampilan dan keahliannya.
c)      Biaya Peralatan
Biaya yang diperlukan untuk kegiatan sewa, pengangkutan, pemasangan alat, memindahkan, membongkar dan biaya operasi, juga dapat dimasukkan upah dari operator mesin dan pembantunya.
2.       Komponen biaya tidak langsung (Indirect Cost)
Biaya tidak langsung atau indirect cost adalah biaya yang tidak melekat pada hasil akhir konstruksi sebuah proyek tapi merupakan nilai yang dipungut karena proses pelaksanaan konstruksi proyek. Biaya tidak langsung terdiri dari :
a)      Overhead umum
Overhead umum biasanya tidak dapat segera dimasukkan ke suatu jenis pekerjaan dalam proyek itu, misalnya sewa kantor, peralatan kantor dan alat tulis menulis, air, listrik, telepon, asuransi, pajak, bunga uang, biaya-biaya notaris, biaya perjalanan dan pembelian berbagai macam barang-barang kecil.
a)      Overhead proyek
Overhead proyek ialah biaya yang dapat dibebankan kepada proyek tetapi tidak dapat dibebankan kepada biaya bahan-bahan, upah tenaga kerja atau biaya alat-alat seperti misalnya; asuransi, telepon yang dipasang di proyek, pembelian tambahan dokumen kontrak pekerjaan, pengukuran (survey), surat-surat ijin dan lain sebagainya. Jumlah overhead dapat berkisar antara 12 sampai 30 %.
b)      Profit
Merupakan keuntungan yang didapat oleh pelaksana kegiatan proyek (kontraktor) sebagai nilai imbal jasa dalam proses pengadaan proyek yang sudah dikerjakan. Secara umum keuntungan yang yang diset oleh kontraktor dalam penawarannya berkisar antara 10 % sampai 12 % atau bahkan lebih, tergantung dari keinginan kontrakor.
c)      Pajak
Berbagai macam pajak seperti PPN, PPh dan lainnya atas hasil operasi perusahaan.