Oleh : Iskandar Zulkarnain, S.T., M.T.
Dosen Program Study Teknik Sumberdaya Lahan dan Lingkungan
Politeknik Negeri Lampung
Air adalah asal muasal dari segala macam bentuk kehidupan di planet bumi ini. Dari air kehidupan bermula dan karena air peradaban tumbuh dan berkembang. Logika sederhananya, tanpa air peradaban akan surut dan bahkan kehidupan akan musnah, karena tanpa air planet bumi akan menjadi sebuah bola batu dan pasir raksasa yang luar biasa panas, massif dan mengambang di alam raya menuju kemusnahan.
Air menopang kehidupan manusia, termasuk kehidupan dan kesinambungan rantai pangan mahluk hidup di bumi. Karena itu Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mendeklarasikan bahwa air merupakan hak azasi manusia, artinya setiap manusia di muka bumi ini mempunyai hak dasar yang sama terhadap pemakaian air.
Al Qur’an dalam Surat Ibrahim Ayat 32 merupakan pesan Allah SWT yang menjadi dasar teori akan hal tersebut diatas. Tafsir dari surah tersebut adalah: “Allah SWT menciptakan langit dan bumi, dan diturunkan-Nya dari langit hujan, maka ditumbuhkan-Nya dengan air itu buah-buahan yang beraneka ragam, dan dimudahkan-Nya kepadamu bahtera yang berlayar dengan kehendak-Nya, dan diserahkan-Nya kepadamu sungai-sungai”.
Bila kita sejenak merenungi tafsir ayat di atas, sesungguhnya mekanisme turunnya air melalui hujan dalam siklus hidrologi adalah rahmat Allah SWT. Namun tak terbantah lagi ketika musim hujan datang, pada beberapa daerah mengalami kelimpahan air yang luar biasa besar sehingga daya rusaknya semakin tak terkendali, akibatnya bencana banjir dan tanah longsor mungkin terjadi.
Sementara pada musim kemarau, kekurangan air dan kekeringan menjadi bencana yang mengerikan, di sana-sini banyak ditemui orang sulit untuk mendapakan air. Pada kondisi yang demikian air dapat berubah menjadi barang langka yang bukan lagi public goods dan implikasi terhadap harganya dapat saja menjadi sangat mahal.
Kutipan Ayat Al-Qur’an berikut, mungkin bisa kita jadikan referensi untuk menjawab persoalan diatas.
“......................Dan kami curahkan hujan yang lebat atas mereka, dan kami jadikan sungai-sungai yang mengalir di bawah mereka, kemudian kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri dan kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain”.(Q.S. Al An’aam : 6)
Tersurat bahwa sebenarnya Allah SWT, tidak serta-merta menurunkan hujan lebat yang akhirnya menimbulkan becana banjir dan tanah longsor. Namun bencana akibat fenomena alam itu sesungguhnya adalah wujud dosa kita karena mengekspoitasi alam secara berlebihan tanpa mengindahkan hukum keseimbangan. Bila hari ini kita observasi sebuah sungai di suatu wilayah, dapat disimpulkan bahwa fluktuasi debit pada saat musim kering dan musim basah sangat menyolok, hal mengindikasikan bahwa telah rusaknya sistem tata air yang merupakan bagian vital dalam sumber daya alam secara keseluruhan.
Penegasan terhadap hal ini, mungkin sangat relevan jika kita sekali lagi mencoba merenungi sebuah ayat Al-Qur’an dalam Surah Ar Ruum : 41, yang berbunyi:
“Telah nampak kerusakkan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali kejalan yang benar”.
Yang paling menarik dari kutipan ayat diatas adalah pada bagian akhir, dimana Allah SWT berpesan kepada kita untuk kembali ke jalan yang benar dalam pengelolaan tata air khususnya maupun pengelolaan alam secara umum.
Reformasi di bidang sumber daya air yang dituangkan dalam UU Sumber Daya Air No. 7 Tahun 2004, sebenarnya merupakan positive action yang dilakukan pemerintah dalam rangka kita untuk “Kembali kejalan yang benar” khususnya pada pengelolaan tata air. Amanat dalam UU itu, agaknya memang selaras dengan pesan langit dalam surah Ar Ruum diatas, karena didalamnya mengatur secara teknis tiga aspek penting dalam pola pengelolaan sumber daya air yang memperhatikan prinsip-prinsip keseimbangan.
Ketiga aspek teknis itu sebut saja yaitu Konservasi, Pendayagunaan SDA dan Pengendalian Daya Rusak Air yang harus dilakukan secara unpartial, tujuannya adalah mengoptimalkan resultan ekonomi dan kesejahteraan sosial tanpa mengganggu kestabilan ekosistem.
Aspek konservasi dalam pengelolaan SDA merupakan bagian yang sangat dahsyat dalam rangka menggembalikan sistem alam pada keadaan dimana keseimbangan menjadi prioritas. Analisis didalamnya memuat tata cara perlindungan & pelestarian SDA, pengawetan air, pengelolan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Kesemuanya ini jika dicermati merupakan bagian penting dalam menjaga keseimbangan tata air khususnya.
Sementara bagian pendayagunaan, bertujuan untuk memanfaatkan SDA secara berkelanjutan dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok kehidupan masyarakat secara adil. Kegiatan ini dilakukan dengan penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan dan pengusahaan SDA yang mengacu pada pola pengelolaan SDA yang ditetapkan pada setiap sungai.
Hal lain yang tidak kalah penting dalam rangka pengelolaan SDA adalah aspek pengendalian daya rusak air yang wajib dilakukan secara menyeluruh dengan pencegahan, penanggulangan dan pemulihan. Penekanan bagian ini adalah pada pencegahan melalui perencanaan pengendalian daya rusak air secara terpadu dan menyeluruh, dengan lebih mengutamakan pada kegiatan Non-Fisik berupa penerapan piranti lunak (pengaturan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian).
Jika ingin ditarik korelasi dari apa yang saya sampaikan di atas terhadap kondisi pengelolaan tata air di Lampung umumnya dan Bandarlampung khususnya, maka sesungguhnya kota kita ini belumlah mempunyai pola pengelolaan SDA yang terpadu. Penanganan terhadap pengelolaan tata air di kota ini hanya dilakukan secara partial yang disesuaikan pada tingkat kebutuhan sesaat.
Menjadi maklum memang jika Jazirah Ruwah Jurai ini belum memiliki pola pengelolaan SDA yang dimaksud, karena memang baru beberapa wilayah sungai saja yang ada di Jawa Tengah dan Jawa Barat yang sudah/sedang menyusun pola pengelolaan tersebut. Namun kiranya memang harus menjadi perhatian bagi stakeholders ranah ini, untuk secepatnya menyusun pola pengelolaan SDA yang terpadu dalam bentuk rencana-rencana kegiatan jangka pendek, menengah dan jangka panjang yang paling tepat baik fisik maupun non fisik yang sinergi dan berwawasan lingkungan sejalan dengan pesan Allah SWT, karena jika pengambil kebijakan kota ini hanya bersikukuh pada pola pengelolaan yang partial, boleh jadi kita hanya akan mewariskan permasalahan SDA yang lebih komplek untuk generasi mendatang, “betul- tidak”?
No comments:
Post a Comment